Selasa, 13 September 2011

Seni Budaya daan Tarian Evav

Seni Budaya
Alat Musik

Alat musik tradisional di Kepulauan Kai adalah:

    Savarngil : Seruling kecil lokal sepanjang 4 sampai 8 inci, terbuka di kedua ujung, memiliki enam lubang tempat jari, terbuat dari bambu, dan tanpa kunci nada.
    Tiva (Gendang): Terdiri atas selembar membran dari kulit sapi yang direntangkan erat-erat menutupi salah satu ujung dari sebuah wadah yang berlubang.
    Dada (Gong): Alat musik tabuh dengan jari-jari 12 sampai 15 inci, terbuat dari tembaga atau besi dengan tonjolan di bagian tengah.

Tarian
Sosoy Temar-Rubil (Tarian Perang) yang penuh semangat hanya ditarikan oleh kaum pria, sementara tarian yang lembut seperti Sosoy Kibas (Tari Kipas) hanya ditarikan oleh kaum wanita. Gerakan-gerakan yang tidak terlampau lembut maupun beringas hanya terdapat dalam Sosoy Sawat (Tarian Pergaulan) dan Sosoy Yarit (Tarian Umum), dan oleh karenanya dapat ditarikan baik oleh pria maupun wanita. Gerak-gerik yang agung dan lemah-lembut diijinkan dalam tarian pria seperti dalam Sosoy Swar Man-Vuun (Tarian Penghormatan), namun gerak-gerik yang cepat dan lincah tidak terdapat dalam tarian wanita. Tarian asli Kei umumnya diciptakan untuk tujuan penghormatan, sehingga jarang ditarikan oleh anak-anak. Hanya orang dewasa dan remaja akil-balig yang diikutsertakan. Bahkan sosoy Swar Man-Vuun yang dipentaskan di haluan "Bilan" (Perahu Kebesaran) dulunya hanya ditarikan oleh pria yang sudah berkeluarga.

Penari wanita di kepulauan Kei juga menggunakan Kipas, Yerikh (Daun lontar yang dikeringkan) dan Penari Pria dapat menggunakan panah, parang, Tombak dan juga bulu Kasuari dan diikatkan pada ujung tongkat berukuran kurang lebih 10 cm.

Seperti di banyak tempat di Kepulauan Maluku, sejak zaman kolonial, orang Kei mengenal pula dansa ala Eropa, dan kaum mudanya saat ini tidaklah jauh tertinggal dalam seni tari kontemporer. Dansa Waltz, cha cha cha, dan bahkan joget dangdut umum dijumpai dalam pesta-pesta mereka

Perekonomian

Perekonomian

Kepulauan Kei dianugerahi terumbu karang yang produktif dan berlimpah, dikelilingi laut yang dalam. Seperti kebanyakan masyarakat Maluku, mata pencaharian orang Kei merupakan suatu kombinasi dari kegiatan bercocok-tanam, berburu, dan menangkap ikan di perairan sekitar pantai. Karena Kepulauan Kei tidak menghasilkan rempah-rempah ataupun komoditas yang bernilai tinggi lainnya selain kayu, perahu dan teripang, maka Kei luput dari perhatian pedagang dan kolonialis Barat sampai dasawarsa terakhir abad ke-19. Ikan dan kerang berlimpah ruah di laut sekitar Kepulauan Kei. Menangkap ikan adalah aktivitas sekunder; keluarga-keluarga umumnya menghabiskan lebih banyak waktu untuk bercocok tanam. Warga desa menangkap ikan dengan menggunakan perangkap ikan, kail, lembing, dan jala, atau dengan mengumpulkan ikan-ikan yang terjebak di terumbu karang dan ceruk-ceruk pantai pada saat air laut surut. Sejak tahun 1980an, banyak nelayan mulai menggunakan jaring nilon dan motor tempel. Beberapa warga desa memperdagangkan sebahagian hasil panen atau tangkapannya kepada para tengkulak atau di pasar-pasar kota Tual dan Elat. Sumber pendapatan tunai lainnya mencakup penjualan kopra dan cangkang kerang lola (Trochus niloticux), usaha dagang eceran, sumbangan dari anggota keluarga di rantau, dan gaji pegawai negeri.
Selain daripada Teripang, terdapat pula LOLA yang merupakan hasil laut di kepulauan Kei. Hrga LOLA perkilonya bisa mencapai 50ribu rupiah..(by: CHRES BALUBUN, Ohoi-El,Kei Besar)

Hukum dan Adat Evav

Hukum Adat Evav
Secara lengkap hukum adat Evav yang disebut Larvul Ngabal itu terdiri atas tujuh pasal, yaitu:
  1. Ud entauk atvunad (kepala kita bertumpuh pada leher kita) maknanya, atasan (Yang Tertinggi, pemimpin, orang-tua) melindungi bawahan (manusia, rakyat, anak) menjunjung atasan.
  2. Lelad ain fo mahiling (leher kita diluhurkan) maknanya, hidup manusia diluhurkan.
  3. Ul nit envil atumud (kulit membungkus tubuh kita) maknanya, harkat martabat manusia dihormati.
  4. Lar nakmot ivud (darah berdiam di perut kita) maknanya, keselamatan manusia dilindungi.
  5. Rek fo mahiling (Ambang batas kamar diluhurkan) maknanya, batas-batas kesusilaan (kehormatan wanita) diluhurkan.
  6. Moryain fo kelmutun (tempat tidur keluarga dimurnikan) maknanya, perkawinan (kehormatan rumah-tangga) dimurnikan.
  7. Hira ni tub fo ni, it did tub fo it did (miliknya tetap menjadi miliknya, milik kita tetap menjadi milik kita) maknanya, hak milik seseorang (kaum) diakui dan dihormati.
Pasal 1, 2, 3 dan 4 disebut juga hukum adat Navnev (hukum kehidupan), pasal 5 dan 6 disebut juga hukum adat Hanilit (hukum kesusilaan), dan pasal 7 disebut hukum adat Hawear Balwirin )hukum keadilan sosial). Ketiga tema hukum itu (Navnev, Hanilit dan Hawear Balwirin) masing-masing dilengkapi dengan tujuh pasal larangan hukum adat, yang disebut Sa Sor Fit (tujuh lapis kesalahan/pelanggaran). Beno Mairuma di Surabaya



Bahasa

Bahasa

Ada tiga bahasa rumpun austronesia yang dipertuturkan di Kepulauan Kai; Bahasa Kei (Veveu Evav) adalah yang paling luas pemakaiannya, yakni di 207 desa di Kei Kecil, Kei Besar, dan pulau-pulau sekitarnya. Penduduk Pulau Kur dan Kamear menggunakan Bahasa Kur (Veveu Kuur) dalam percakapan sehari-hari, Bahasa Kei mereka gunakan sebagai lingua franca. Bahasa Banda (Veveu Wadan) digunakan di desa Banda Eli (Wadan El)dan Banda-Elat (Wadan Elat) di bagian barat dan Timur Laut Pulau Kei Besar. Para Pengguna Bahasa Banda berasal dari Kepulauan Banda, tempat di mana bahasa itu tidak lagi digunakan. Bahasa Kei tidak memiliki sistem tulisan sendiri. Para misionaris Katolik dari Belanda menuliskan kata-kata Bahasa Kai dengan suatu bentuk variasi penggunaan abjad Romawi.

Kosa Kata

Beberapa kata dalam Bahasa Kei memiliki fonem V (seperti V pada Via dalam Bahasa Latin) yang berbeda dengan fonem F dan P. Penduduk wilayah Utara Pulau Kei Besar membedakan fonem R seperti pada kata Rata dalam Bahasa Indonesia, dengan fonem R seperti pada français /fʁɑ̃ sɛ/ dalam bahasa Perancis. Meskipun demikian, dalam bentuk tertulis, kedua fonem ini tidak dibedakan.

Kosa kata Bahasa Kei modern mencakup banyak kata serapan dari banyak bahasa lain terutama Bahasa Melayu. Sebagian besar adalah nomina, yakni nama beberapa benda yang baru dikenal masyarakat Kepulauan Kei pada akhir abad ke-19. Kata-kata yang memiliki huruf P dan G dapat dipastikan merupakan kata serapan, karena kedua fonem tersebut tidak dikenal dalam kosa kata Bahasa Kei asli.

Contoh beberapa kata serapan :

  • Gur = Guru
  • Agam, Angam, Ayngam = Agama
  • Masikit = Masjid
  • Pen = Pena

  Ucapan Salam

  • Fel be / Fel be he : Apa khabar?
  • Bok át / Bok bok wat: Baik-baik saja

  Peribahasa

  • Adat en'ot rat na'a dunyai : Adat menciptakan raja di dunia, artinya terhormat atau tidaknya seseorang bergantung pada perilaku dan tutur katanya.
  • Vu'ut ain mehe ngivun ne manut ain mehe ni tilur : Telur dari satu ekor ikan saja, dan telur dari satu ekor ayam belaka; artinya semua orang itu pada hakikatnya bersaudara, laksana banyak telur yang berasal dari satu ekor ikan atau satu ekor ayam saja. ini merupakan peribahasa yang paling terkenal di daerah kai.
  • Sar Sangongo weat yaf: Laksana ngengat menggoda api; pepatah ini adalah peringatan halus bagi para pemberani yang suka bermain-main dengan bahaya.
  • Lakur roa loat nangan: Ikan kakatua di laut, belut di darat; artinya mudah untuk berbicara tetapi sulit untuk dilaksanakan (oleh: Chres Balubun, Ohoi-El, Kei Besar)
  • Flor nit sob Duad, hoar taup lai you : menyembah Tuhan sambil penghormatan terhadap Leluhur yang sudah tiada (oleh: Chres Balubun, Ohoi-El, Kei Besar)
  • Lar nakmot na ivud: (Biarkan) darah tergenang di perut; kalimat ini merupakan peringatan untuk tidak mengeluarkan darah dari tubuh sesama manusia (leluhur Evav beranggapan bahwa tempat darah di dalam tubuh adalah di perut). Kalimat ini juga merupakan salah satu pasal hukum adat Evav yang mengutuk semua tindak kekerasan, biang keladi pertumpahan darah.
  • Teen fo teen, yanat fo yanat: Orang yang tua tetap menjadi orang yang tua, anak tetap menjadi anak. Artinya, orang yang tua hendaknya bertindak sebagaimana seharusnya mereka bertindak, sedangkan tuntutan bagi seorang anak adalah menghormati orang yang tua dalam sikap, tutur kata dan perbuatannya. Seorang anak harus memposisikan diri sebagai seorang anak di hadapan orang yang tua (Dimas Remetwa, di Manado)
  • Toil u ne savak mur: Menatap ke depan dan menoleh ke belakang; manusia mesti senantiasa mengupayakan masa depan yang lebih baik sambil belajar dari pengalaman di masa lampau.
  • Omwal vuan fo ler, ler fo vuan af ken nablo entub ni wai entau ni wain: Engkau membalik bulan menjadi matahari, matahari menjadi bulan, hal yang benar dan lurus akan tetap berada pada tempatnya (Neny Remetwa di Manado)

Bahasa Kei
Bahasa Kei atau Veveu Evav adalah bahasa yang dituturkan etnik Evav di Provinsi Maluku, terutama di Kabupaten Maluku Tenggara, yakni di 207 desa di Kei Kecil, Kei Besar, dan pulau-pulau sekitarnya. Penduduk Pulau Kur dan Kamear adalah masyarakat penutur bahasa Kur, sedangkan penduduk desa Banda Eli dan Banda Elat di Kei Besar adalah masyarakat penutur bahasa Banda, bahasa Kei mereka gunakan sebagai lingua franca. Tiap pulau, bahkan hampir tiap desa memiliki dialek yang berbeda-beda, sehingga dialek yang digunakan seorang penutur menjadi petunjuk dari pulau atau daerah mana dia berasal. Bahasa Kei tidak memiliki sistem tulisan sendiri. Para misionaris Katolik dari Belanda menuliskan kata-kata Bahasa Kei dengan suatu bentuk variasi penggunaan abjad Romawi.
Kosa kata
Kata-kata dalam bahasa Kei masih memiliki kemiripan dengan bahasa-bahasa rumpun austronesia lainnya, misalnya:
Nomina
Nomina dalam bahasa Kei secara umum terbagi atas nomina independen dan nomina dependen.
Nomina independen adalah golongan kata benda yang dapat diucapkan sendiri, tanpa harus diberi sufiks pronomina, misalnya:
  • Rahan = Rumah
  • Ler = Matahari
  • Nuhu = Pulau
Nomina dependen adalah golongan kata benda yang lazimnya tidak diucapkan tanpa diberi sufiks pronomina, misalnya:
  • Lim-ang = Tangan-ku
  • Ren-am = Ibu-mu
  • Yan-an = Anak-nya
Pronomina
  • Pronomina personal:
    • Ya'au,= saya
    • O = kau
    • I = dia
    • It = kita
    • Am = kami
    • Im = kalian
    • Hir = mereka
  • Pronomina demonstratif:
    • En'i, ain'i = yang ini
    • En'he, ain'he = yang itu
  • Pronomina interogatif:
    • Hira'= siapaa
    • Aka = apa
      • Tal aka, niraan aka = mengapa
    • Be = mana, di mana, ke mana
      • Ainbe, enbe = yang mana
      • Fel be = bagaimana
      • Nanan be = bilamana
Adjektiva posesif
Adjektiva posesif dalam bahasa Kei digunakan untuk menunjukkan kepemilikan atas nomina independen yang mengikutinya, misalnya:
  • Ning Kubang = Uangku
  • Mu kubang = uangmu
  • Ni kubang = uangnya
  • Did kubang = uang kita
  • Mam kubang = uang kami
  • Bir kubang = uang kalian
  • Rir kubang = uang mereka
Pronomina yang diikuti adjektiva posesif berfungsi sebagai pronomina posesif yang menunjukkan kepemilikan atas nomina independen yang mendahuluinya, misalnya:
  • Nuhu i ya'au ning = pulau ini milikku
  • Nuhu i am mam = pulau ini milik kami
Bergantung pada konteks kalimatnya, jika pronomina yang diikuti adjektiva posesif tersebut mendahului nomina, maka dapat bermakna pronomina posesif, misalnya:
  • O mu nuhu i = milikmulah pulau ini
  • It did nuhu i = milik kitalah pulau ini
Dan dapat pula sekedar mempertegas adjektiva posesif yang mengikutinya, misalnya:
  • Ya'au ning ravit namsait rak = ning ravit namsait rak = bajuku sudah koyak.
Adjektiva
Adjektiva bahasa Kei senantiasa mengikuti nomina yang diterangkannya, misalnya:
  • Vat la'ai = Batu besar (la'ai = besar)
  • Ravit kamumum = Baju ungu (kamumum = ungu), atau baju kebesaran (karena baju berwarna ungu atau lembayung lazimnya dikenakan dalam upacara tradisional Kei)
  • Ai baloat = Kayu panjang (baloat/bloat = panjang)
Verba
Dalam percakapan, verba bahasa Kei biasanya dirangkai dengan awalan yang menunjukkan pelaku, misalnya:
  • kata dasar: tod = hela
    • utod = saya menghela
    • umtod = engkau menghela
    • entod = dia menghela
    • ittod = kita menghela
    • amtod = kami menghela
    • imtod = kalian menghela
    • ertod = mereka menghela
Pengimbuhan awalan yang menunjukkan pelaku tersebut tidak mengubah pengucapan kata dasarnya (kecuali pada beberapa verba tertentu), sehingga perlu dipisahkan dengan verba yang diawali huruf vokal, agar tidak dibaca bersambung, misalnya:
  • kata dasar: eak = ikat
    • u'eak = saya mengikat
    • um'eak = engkau mengikat
Pada Verba tertentu, terjadi variasi awalan yang menunjukkan pelaku, misalnya:
  • kata dasar: fla = lari
    • ufla = saya lari
    • mufla = engkau lari
    • nefla = dia lari
    • tefla = kita lari
    • mefla = kami lari
    • befla = kalian lari
    • refla = mereka lari
  • kata dasar: an = makan
    • uan= saya makan
    • muan = engkau makan
    • na'an = dia makan
    • ta'an = kita makan
    • maan = kami makan
    • mian = kalian makan
    • ra'an = mereka makan
konjungsi
  • Ma = maka, lalu, kemudian
  • Ne = dan, tetapi, sedangkan
  • Ibo = tetapi
  • hov, enhov = dan, dengan
Fonologi
  • Fonem konsonan asli: b, d, f, h, j, k, l, m, n, r, s, t, v, w, y, ng, ny.
  • Fonem konsonan serapan: c, g, p, q, x, z.
  • Fonem vokal: a, i, u, e, o (pendek); aa, ii, uu, ee, oo (panjang); ai, au, oi, eu (diftong).
Bilangan dalam bahasa Kei
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
sa
ru
tel
vaak
lim
nean
fit
wau
siuw
vut

Angka
Kata
11
vut ensa
12
vut enru
13
vut entel
14
vut enfaak
15
vut enlim
16
vut ennean
17
vut enfit
18
vut enwau
19
vut ensiu
20
vutru
21
vutru ensa
22
vutru enru
23
vutru entel
30
vuttel
40
vutfaak
50
vutlim
60
vutnean
100
ratut
101
ratut ensa
102
ratut enru
120
ratut vutru
121
ratut vutru ensa
200
ratru
500
ratlim
1.000
rivun
1.001
rivun ensa
1.002
rivun enru
1.010
rivun envut
1.011
rivun vut ensa
1.020
rivun vutru
1.021
rivun vutru ensa
1.500
rivun ratlim
1.520
rivun ratlim vutru
1.522
rivun ratlim vutru enru
2.000
rivunru
5.000
rivunlim
10.000
rivunvut
99.999
rivunvutsiu ratsiu vutsiu ensiu